Jumat, 19 April 2013

PEMERINTAHAN DIKTATOR PHIBUN SONGRAM

Pada saat bangsa Filipina dilanda kemelut dan menunjukkan perasaan simpati kepada Cory, rakyat mulai membicarakan dirinya sampai namanya menjadi buah bibir setiap harinya. Cory serta-merta mencapai puncak kepopulerannya pada bulan Desember dan bulan Januari 1986, menyamai kepopuleran Presiden Marcos.
Banyak orang yakin kehadiran Cory dan usaha mengorbitkannya menjadi presiden merupakan udara segar yang diharapkan membersihkan udara politik yang sudah kotor. Suaranya yang pertama menentang Marcos merupakan suara baru dengan tema perjuangan yang lama, yang pernah dilancarkan oleh suaminya; keadilan, kedamaian, dan kebebasan. Rakyat mulai menoleh kepadanya secara serius sebagai tokoh yang kuat dan diharapkan dapat meruntuhkan kekuasaan Marcos. Cory menegaskan bahwa rakyat sudah sangat menderita dan bosan terhadap Marcos dan semakin lama semakin menderita, karena itu mereka harus bangkit untuk pertama kali menggulingkan pemerintahan yang sekarang.
Hampir semua pengamat politik dan pengamat hukum di Manila merasa yakin dengan kekuatan yang dimilik Marcos. Kematangan politik yang dimiliki Marcos khususnya dalam mengendalikan pemerintahan dan pengalamannya dalam bidang hubungan luar negeri, dianggap sebagai kekuatan yang menentukan. Faktor lainnya antara lain basis politiknya yang dianggap kuat di daerah setelah selama 30 tahun terjun dalam karir politik.
Satu-satunya kelemahan Marcos yang paling menonjol dalam  menghadapi pemungutan suara adalah kesehatannya. Kelemahan yang lain yaitu penyelewengan, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi oleh para pengamat dianggap sebagai kelemahannya. Wibawa Presiden Marcos juga semakin merosot dalam pandangan masyarakat Filipina dan masyarakat internasional.
Sebagai janda Benigno Aquino, Cory mendapat simpati masyarakat karena kematian suaminya dianggap sebagai korban kekejaman pemerintahan Marcos. Kekuatan lain yang dimiliki Cory adalah dukungan Gereja Katolik. Dukungan yang diberikan adalah dalam bentuk nyata (turut mengorganisir massa untuk pencalonan Cory).
Tanggal 8 Februari 1986, situasi politik yang mewarnai perhitungan suara hasil pemilu mulai kacau. Di satu pihak pemimpin oposisi calon Presiden Cory Aquino hari Sabtu pagi mengumumkan dirinya sebagai pemenang atas Presiden Marcos. Sementara itu, Cumelec (Komisi Pemilihan) mengumumkan, pasangan Marcos-Talentino unggul lawan pasangan Cory-Laurel. Angka yang diumumkan Namrei selalu berbeda.
    Tim Amerika Serikat yang diketuai oleh Richard Lugar dan tim Multinational yang diketuai Jhon Home menyimpulkan bahwa Marcos secara sistematis telah memanipulasi perhitungan suara. Marcos melakukan kecurangan – kecurangan politik.
Dari Batasan ke People Power
Melalui Batasan Pembansa perjuangan sudah jelas gagal. Batasan Pembansa dalam kenyataan adalah alat rezim diktator Marcos. Lembaga ini tidak punya peranan lain kecuali mengesahkan kehendak penguasa. Inilah salah satu ciri kediktatoran di bawah Marcos menurut tuduhan oposisi. Menyadari bahwa melalui Batasan Pembansa perjuanagan sudah tidak mungkin diwujudkan, pihak oposisi mengambil langkah melalui People Power.

Terbunuhnya Javier
Aksi-aksi protes menentang Marcos terus berkecamuk, intimidasi, pembunuhan, dan aksi-aksi kekerasan lainnya berjalan terus. Tokoh muda, pemimpin oposisi, manajer kampanye Urido untuk daerah Visayas Barat, Evelio Javier ditembak mati pada tanggal 11 Februari. Jvier ditembak mati di depan gedung parlemen provinsi di San Jose. Bagi calon Presiden Cory kematian Javier membangkitkan kembali kesedihannya ketika suaminya terbunuh.
Cory mengatakan bahwa Javier dibunuh ketika keluarganya masih berada d AS. Demonstrasi maupun protes tidak henti-hentinya lagi di Manila. Setelah kematian Javier dan setelah Marcos diumumkan sebagai pemenang pemilu oleh Batasan Pembansa.

Dewan Negara atau Pemerintahan Koalisi
Cory mendesak Presiden Marcos segera mengundurkan diri dan Cory menolak gagasan untuk membentuk sebuah pemerintahan koalisi. Cory dan Salvador Laurel menegaskan bahwa mereka menolak gagasan pembentukan pemerintahan koalisi bersama Marcos seperti yang dianjurkan Washington. Menurut Cory, satu-satunya jalan terbaik untuk memelihara kepentingan bangsa, Marcos harus mundur. Jika tidak, krisis politik akan memuncak. Bagi pihak oposisi, tidak ada jalan lain kecuali menggunakan People Power.
Pemenang sebenarnya dari pemilu akan dibuktikan melalui popularitas mereka di kalangan masyarakat. Untuk itu Cory bertekad menyelenggarakan suatu rapat raksasa sebagai tempat yang pantas baginya menyatakan dirinya sebagai presiden. Pada tanggal 16 Februari Cory dan Laurel menerima petisi dari sekitar 2,5 juta penduduk Filipina yang terkumpul di taman Rizal, yang menuntuk Cory dan Laurel diumumkan sebagai presiden dan wakil presiden Republik Filipina. Pukul empat sore, Cory dan Laurel mengumumkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Filipina, hanya sehari setelah Presiden Marcos dinyatakan sebagai pemenang pemilu secara konstitusional.

REVOLUSI RAKYAT

Dalam situasi krisis di Filipina tanggal 22 Februari 1986, tentu saja ada orang yang mengemukakan pandangan untuk mencari jalan keluar. Seorang polisi, yang tidak disebut namanya, yang mengunjungi Jenderal Ramos dan Enrile di Camp Crame mengusulkan agar dibentuk sebuah pemerintahan junta militer. Akan tetapi Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile rupanya berpendirian lain. Dia mengatakan, “Kekuatan tidak pada kita (maksudnya kaum militer), tetapi di tangan rakyat yang berkumpul di luar sana (di luar Camp Crame). Berapa lama kita dapat bertahan apabila kita tidak memberikan Cory kepada mereka?” ketika ditanya mengenai popularitas yang dibuat-buat orang antara Cory dengan Menteri Enrile dan Ramos, Cory menjawab, bahwa dia tidak bersaing dalam pertarungan popularistas.
Revolusi yang berlangsung di Filipina merupakan tindak lanjut dari apa yang diumumkan oleh Cory pada tanggal 16 Februari 1986 di lapangan Luneta dan Rizal Park. Sehari setelah Marcos diumumkan oleh Batasan sebagai pemenang dalam pemilu 7 Februari 1986, Cory dan Laurel melancarkan kampanye yang dinamakan people disobedience (pembangkangan) yang bertujuan menggulingkan Presiden Marcos dari kekuasaannya. Para pakar politik di Filipina tidak menulis lain kecuali mengikuti istilah yang diberikan oleh Jenderal Ramos “revolusi rakyat”. Revolusi Rakyat berakhir hari Selasa (25 Februari 1986) dengan proklamasi dan pelantikan Presiden Cory Aquino, setelah menggulingkan Preseden Marcos dan memaksanya mengasingkan diri ke luar negeri.
Apabila usaha menggulingkan Marcos ini dapat digolongkan sebagai revolusi, maka bentuk revolusi tersebut kiranya cocok dengan tipe pertama revolusi yang dilukiskan Verkuyl, sebagai perlawanan yang pasif (resistestia passiva)”. Perlawanan pasif ialah bentuk revolusi yang tidak menggunakan kekerasan militer, tetapi perlawanan terhadap pemerintah yang dinyatakan sebagai boikot, protes diam secara besar-besaran, melakukan pemogokan dan sebagainya. Di berbagai negeri perlawanan pasif itu pernah dilancarkan, seperti di Asia telah terkenal perlawanan pasif yang dilancarkan oleh Mahatma Gandhi dalam perjuangannya melawan diskriminasi ras di Afrika Selatan, dan di India dalam perjuangan melawan kolonialisme Inggirs. Gandhi menamakan prinsip yang dianutnya achimsa, artinya tanpa kekerasan.
Prinsip inilah yang dilancarkan Cory dalam aksi menumbangkan rezim Marcos. Ia yakin bahwa Marcos telah menipunya dalam pemilu 7 Februari. Keyakinan seperti ini bahkan bukan hanya ada pada dirinya, tetapi juga pada diri Menteri Pertahanan Enrile dan Jenderal Ramos. Cukup menarik, bahwa Cory menjadi amat populer dan mendapat sambutan hangat di mana-mana, padahal secara formal dia tidak memenangkan pemilu. Rakyat yang menyangsikan kejujuran pemerintah, menyatakan petisi berisi keyakinan kuat mereka bahwa Cory-lah yang memenangkan pemilu. “Demonstrasi Kemenangan” (Victory rally) yang dilancarkan di Rizal Park merupakan proklamasi rakyat yang menegaskan Cory adalah pemenang yang sah dalam pemilu Februari tersebut. Demonstrasi yang dihadiri tidak kurang dari 2,5 juta penduduk Manila itu mewakili keyakinan masyarakat bahwa C. Aquino adalah Presiden Terpilih Filipina.
Dalam kesempatan kampanye Civil Disobedience ini, Cory dalam pidatonya yang berlangsung selama 20 menit mengatakan, bahwa dia tidak menganjurkan revolusi dengan kekerasan, tetapi menganjurkan Civil Disobedience untuk menumbangkan rezim Marcos. Tidaklah baik melancarkan revolusi dengan kekerasan. Ini berarti perlawanan aktif terhadap kejahatan melalui cara-cara damai. Dia menganjurkan Hari Protes Nasional dilancarkan pada hari pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Presiden Marcos pada tanggal 25 Februari; semua orang behenti bekerja, berhenti sekolah, dan berhenti kuliah untuk memperlihatkan kepada Marcos bahwa bangsa Filipina tidak bersamanya.
Di antara aksi protes yang dianjurkan itu termasuk aksi boikot terhadap bank-bank, baik milik “kroni-kroni” Marcos maupun milik pemerintah; memboikot dan melumpuhkan media massa milik para kroni Marcos, khususnya Maharlika Broadcasting System (MBS saluran-4), surat kabar bulletin Today, Daily Ekspress, Time Journal dan People’s Jounal; memboikot perusahaan-perusahaan San Miguel Corporation dan Rustan’s Departement Store.
Civil Disobedience, karenanya kata juru bicara Presiden Cory Rene Sauisang, dalam tulisannya Civil Disobedience an idea whose time has come, kurang lebih sama dengan kekuatan, karena bentuknya adalah perlawanan tanpa kekerasan. Cory benar-benar tenggelam dalam drama cinta dengan rakyat Filipina. Kemana saja ia pergi, pawai panjang akan selalu mengikutinya dan memuji-mujinya; memandikannya dengan serbuk kertas kuning dan merayunya dengan pekikan : Cory, Cory, Cory!
Rakyat Filipina dan Cory juga mendapat dukungan moral dari Paus Joanes Paulus II. Kecuali mengirimkan telegram kepada Cory, Sri Paus juga menyampaikan pidato kepada 1.000 demonstran Filipina yang berkumpul di lapangan Santo Petrus 16 Februari 1986 di Vatikan. “Pikiran saya selalu bersama Filipina dan rakyatnya tercinta yang hidup pada saat-saat yang sulit.” Kata Johanes Paulus II.
Semua organisasi mendukung seruan Cory yang dikumandangkannya pada tanggal 16 Februari. Organisasi yang menamakan diri Bagong Alyanang Makabayan di bawah pimpinan tokoh tua bekas senator Lorenzo Tanada, yang selama tiga bulan aktif berkampanye untuk terpilihnya Cory, langsung menyambut seruan Cory dan mengajak pemogokan di kantor-kantor pemerintah.

Landasan Pemerintahan Cory
Dari aksi-aksi massa yang dilancarkan oleh rakyat di berbagai daerah dan di Metero Manila, tampak bahwa rakyat Filipina yakin Cory-lah pemenang pemilu tanggal 7 Februari itu. Seperti dikemukakan oleh Rektor Universitas Savier dalam pidatonya yang disampaikan dalam rangka kampanye Peaceful Civil Disobedience, 12 Februari 1986, bahwa dalam pertarungan yang tidak sebanding antara David dan Goliath (Cory dan Marcos), rakyat Filipina dengan tegas menyatakan keinginan tampilnya seorang pemimpin baru.
Walaupun terjadi pembelian suara secara besar-besaran, pengerahan anggota militer untuk melancarkan intimidasi dan teror, khususnya di daerah-daerah pedesaan, penyalahgunaan uang pemerintah dan kekuasaan, pemaksaan guru-guru sekolah dan pegawai pemerintah mendukung Marcos, tidak diberikannya kesempatan kepada Cory menggunakan media massa resmi dan lain-lain menjadikan Cory dianggap telah dipilih oleh rakyat sebagai presiden baru. Namfel yang mengamati jalannya penghitungan suara 7 Februari memang yakin hasil perhitungan suara nasional yang dilakukan oleh Batasan Pembansa (Parlemen) tidak mencerminkan suara yang sebenarnya rakyat Filipina.
Keunggulan yang diraih oleh Cory mungkin tidak diperkirakan karena mencakup daerah pemilihan yang hasilnya mendukung Marcos yang disahkan oleh Inspektur Pemilihan. Namfel menduga bahwa di beberapa daerah pemilihan banyak orang yang tidak berhasil menggunakan hak pilihnya. Tetapi anehnya, hasil suara yang masuk relatif tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Kemungkinan keunggulan Cory diremehkan karena keunggulan itu mewakili daerah pemilihan yang diragukan akan mendukung Marcos. Namun Namfrel berpendapat: “tidak jalan lain, kecuali rakyat sendiri secara langsung memproklamasikan Cory tanpa melalui lembaga-lembaga resmi yang dikuasai Marcos, sebagai pemenang pemilihan.”
Oleh karena itu, tidak dapat dihindarkan ketegangan yang memuncak pada hari Selasa 25 Februari 1986. Dua presiden dilantik dalam upacara yang berlainan: Cory dilantik tanpa dasar konstitusional, dan Marcos dilantik berdasarkan konstitusi tahun 1973. Cory tidak dapat dilantik berdasarkan konstitusi, karena kebenaran, Vox Populi Vox Dei (suara rakyat suara Tuhan).
Presiden Cory Aquino pada tanggal 25 Maret menandatangani suatu “Konstitusi Kemerdekaan Sementara”, yang menjamin hak-hak sipil tetapi membubarkan Majelis Nasional, yang memberinya kekuasaan politik yang sangat besar atas Filipina. Cory tidak menggunakan istilah revolusioner untuk menggambarkan pemerintahannya. Namun Menteri Kehakiman menyebutnya “revolusioner” dalam asal dan sifat, demokratis pada dasarnya terutama bersifat pendidikan.

Demokrasi Diselamatkan
Tidak dapat diragukan lagi bahwa demokrasi telah diselamatkan dari Presiden Marcos yang telah memerintah selama 20 tahun sebagai seorang diktator sejak 21 September 1972. Demokrasi diselamatkan melalui penggunaan langsung People Power yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Letnan Jenderal Ramos setelah mereka diancam akan ditahan oleh Presiden Marcos. Ketika desas-desus mengenai penahanan ini beredar, timbul pertanyaan di kalangan masyarakat Manila, yang mana diantara dua tindakan yang duluan. Apakah perintah penahanan terhadap Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Jenderal Ramos, atau pernyataan mereka yang menolak Presiden Marcos?
Janji-janji Cory dalam kampanye pemilihan umum, berangsur-angsur diwujudkannya. Dalam upacara selamatan yang berlangsung di lapangan Luneta dan Rizal Park (Minggu 2 Maret 1986), Presiden Cory mengumumkan dipensiunkannya 23 orang Jenderal yang seharusnya pensiun sejak lama sebelumnya, yang telah digunakan Presiden Marcos untuk mendukung posisinya. Selain itu, Presiden Cory juga mengumumkan pulihnya kembali Writ of Habeas Corpus, yang mengandung ketentuan dasar bagi kebebasan dan kemerdekaan bagi semua orang. Hal lain yang sangat menonjol yang diumumkannya dalam kesempatan tersebut ialah seruan rekonsiliasi dan seruannya kepada semua pihak untuk berperan serta dalam proses pembuatan keputusan.


DAFTAR PUSTAKA


Bresnan, John. 1988. Krisis Filiphina: zaman Marcos dan keruntuhannya.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Gilbert Kho. 1969. Sejarah Asia Tenggara Sejak Tahun 1500. Kuala Lumpur: Fajar Bakti SDN. BHD.
Komisar, Lucy. 1987.Corazon Aquino: The Study Of Revolution. United States: George Braziller


Tidak ada komentar:

Posting Komentar