Jumat, 19 April 2013

Revolusi Iran dan Sirkulasi Konflik Elite

Suksesnya revolusi Iran tahun 1979, yang mengakhiri sistem monarki di bawah kepemimpinan Shah Iran, bukan berarti lalu tercipta sebuah Madinat Al Fadilah atau negeri ideal nan aman sentosa versi filosof Al Farabi di Iran.
Iran pascarevolusi tak ubahnya negeri-negeri lain yang penuh dinamika dan bahkan intrik-intrik yang sering memakan anak revolusi itu sendiri.
Jika menilik gejolak politik di Iran pascapemilu presiden hari Jumat (12/6) pekan lalu, sesungguhnya sudah merupakan sirkulasi gejolak yang terus berputar sejak awal masa revolusi.
Gejolak politik di Iran yang cukup kuat pada pascarevolusi itu adalah sebuah keniscayaan akibat negara yang dibangun di atas fondasi revolusi itu diusung oleh koalisi pelangi dengan ideologi yang bertentangan dan tentunya sangat rawan konflik.
Revolusi Iran dipapah ramai-ramai oleh koalisi spontanitas yang terdiri dari kaum intelektual berbasis Islam nasionalis, kaum sekuler nasionalis, kaum Mullah (ulama), kaum Bazari (pedagang) dan bahkan kelompok kiri (Marxis). Mereka dipersatukan oleh musuh bersama, Shah Iran Reza Pahlevi.
Ketika Ayatollah Imam Khomeini hidup di pengasingan di Paris, ia dikelilingi penasihat politiknya yang sebagian besar dari kaum intelektual Islam nasionalis, seperti Abul Hassan Bani Sadr (presiden pertama Iran 1980), Mehdi Bazargan (perdana menteri pertama Iran), Ebrahim Yazdi (menlu pertama Iran), Mustafa Chamran (menhan pertama Iran), dan Sadiq Qutbzadeh (direktur radio dan televisi pertama Iran).
Rumor pun saat itu muncul bahwa arsitek dan aktor intelektual revolusi Iran adalah kaum intelektual Islam nasionalis, sedangkan kaum Mullah dan Bazari adalah penggerak dan penyandang dana massa di lapangan.
Tidak heran jika Ayatollah Imam Khomeini memberikan kepercayaan kepada kaum intelektual itu untuk menduduki semua jabatan penting pemerintahan pascaberhasilnya revolusi.
Mulai retak
Elemen-elemen pendukung revolusi mulai retak ketika sekelompok mahasiswa radikal yang didukung kaum Mullah menduduki gedung Kedutaan AS di Teheran dan menyandera para diplomatnya pada November 1979.
Mehdi Bazargan, yang menjabat kepala pemerintahan transisi pascarevolusi, mengkritik aksi penyanderaan diplomat AS itu. Konflik pun tidak bisa dihindari antara Bazargan dan kaum Mullah. Bazargan akhirnya mengundurkan diri dari jabatan sebagai kepala pemerintahan.
Itulah konflik pertama antara elemen pendukung revolusi.
Pascamundurnya Bazargan, pemerintahan diambil alih Dewan Revolusi yang didominasi kaum Mullah.
Pada Januari 1980, Iran menggelar pemilu presiden pertama dan Abul Hassan Bani Sadr menang dalam pemilu itu. Bani Sadr berasal dari kaum intelektual Islam nasionalis. Pada Maret 1980, Iran mengadakan pemilu legislatif pertama dan Partai Republik Islam (IRP) menang secara mutlak.
Bani Sadr saat itu meminta wewenang menunjuk perdana menteri (PM) dan kabinet. Namun, IRP yang didominasi kaum Mullah berusaha sedemikian rupa mereduksi kekuasaan Bani Sadr sebagai presiden.
Bani Sadr tak berdaya ketika IRP memaksanya menerima Muhammad Ali Raja’i sebagai PM. Namun, Bani Sadr menolak kompromi dengan IRP soal penunjukan anggota kabinet. Konflik Bani Sadr dan IRP pun tidak bisa dicegah. Bani Sadr akhirnya tak berdaya pula melawan IRP.
Pada 22 Juni 1981, Ayatollah Imam Khomeini atas rekomendasi IRP memecat Bani Sadr sebagai presiden dengan tuduhan berkhianat. Bani Sadr kemudian lari ke Paris.
Itulah konflik kedua antara elemen pendukung revolusi.
Sejak itu, pentas politik Iran dikuasai penuh kaum Mullah. Namun di luar dugaan pada awal tahun 1986, justru kubu kaum Mullah mulai retak, yakni antara Ayatollah Imam Khomeini sendiri dan deputi utamanya, Ayatollah Montazeri.
Pasalnya, Ayatollah Montazeri saat itu terlalu berani mengemukakan ide-ide kritisnya seperti ide amandemen konstitusi yang lebih membatasi kekuasaan absolut pemimpin spiritual atau pemimpin revolusi.
Ayatollah Imam Khomeini lalu memecat Ayatollah Montazeri sebagai deputinya, padahal Ayatollah Montazeri saat itu merupakan kandidat kuat Imam Khomeini.
Itulah konflik ketiga antara elemen pendukung revolusi.
Pada awal tahun 1990-an, mulai mengemuka cukup kuat gerakan reformis yang menyuarakan supremasi hukum dan kehidupan yang lebih demokratis di Iran. Gerakan reformis didukung kelompok Islam kiri, sisa-sisa kaum Islam nasionalis, dan mahasiswa.
Wacana politik
Wacana politik kaum reformis itu tak jauh berbeda dari wacana politik kaum Islam nasionalis pada awal tahun 1980-an. Kelompok Islam kiri sebenarnya berkolaborasi dengan kaum Mullah melawan kaum Islam nasionalis pada awal tahun 1980-an.
Namun belakangan pada tahun 1990-an, kelompok Islam kiri menggalang gerakan reformis melawan hegemoni kaum Mullah. Hal itu merupakan perpecahan keempat antara elemen pendukung revolusi.
Tak pelak lagi, diskursus politik di Iran pada tahun 1990-an diwarnai pertarungan antara kaum reformis dan kubu konservatif pro status quo.
Pertarungan itu mencapai puncaknya dalam persaingan pemilu presiden tahun 1997, yang dimenangi capres dari kubu reformis, Muhammad Khatami. Khatami dan capres Mir Hossein Mousavi dikenal sebagai pentolan Islam kiri yang menjadi motor gerakan reformis.
Akan tetapi, Khatami selama dua periode menjabat presiden, 1997-2001 dan 2001-2005, tampak tak berdaya dan gagal menjalankan program reformasinya karena mendapat hambatan dan tantangan dari kubu konservatif yang berintikan dari Pemimpin Spiritual Ali Khamenei, lembaga yudikatif, dan pengawal revolusi. Hal itu membuat para pendukung Khatami, khususnya para mahasiswa, kecewa berat.
Karena itu, pada pertengahan Juni 2003, mahasiswa kembali menggelar unjuk rasa di Teheran dan kota besar lainnya, memprotes sistem Wilayat al Fakih.
Pada pemilu presiden 2005, capres Mahmoud Ahmadinejad yang kurang dikenal saat itu secara mengejutkan mengalahkan capres gaek dan sangat populer, mantan presiden Hashemi Rafsanjani. Kemenangan Ahmadinejad saat itu diduga kuat tidak terlepas dari andil dukungan pendukung Khatami, termasuk mahasiswa.
Penampilan Ahmadinejad, yang sederhana dengan jargon politiknya yang antielite dan antikorupsi, memesona masyarakat luas di Iran, termasuk kubu reformis.
Namun, dalam perjalanan jabatannya, Ahmadinejad ternyata terlalu terkooptasi Pemimpin Spiritual Ali Khamenei dan kubu konservatif sehingga arah Iran semakin kanan dan bahkan radikal. Hal itu membawa kekecewaan para pendukung Ahmadinejad yang berasal dari elemen kubu reformis.
Itulah yang mendorong kubu reformis mengusung mantan PM Mir Hossein Mousavi menjadi capres melawan Ahmadinejad dalam pilpres hari Jumat (12/6) pekan lalu. Pertarungan dalam pilpres kali ini sesungguhnya merupakan perpanjangan dari pertarungan kubu reformis-konservatif pada tahun 1990-an.
Uniknya, dalam barisan pendukung Mousavi, kini terdapat mantan Presiden Rafsanjani dan ketua parlemen Ali Rijaie yang selama ini keduanya dikenal sebagai pentolan kubu kaum Mullah.
Diduga kuat Rafsanjani bergabung dengan kubu Mousavi karena sakit hati dengan Ahmadinejad yang mengalahkannya pada pilpres 2005. Selain itu, Ahmadinejad terakhir ini getol menuduh Rafsanjani dan keluarganya sebagai korup.
Sedangkan Ali Rijaie yang juga berambisi menjadi presiden merasa kalah bersaing dengan Ahmadinejad dalam perekrutan capres dari kubu konservatif.
Jadi, dalam kubu Mousavi terbentuk koalisi pelangi dengan motif yang berbeda-beda dan mereka dipersatukan oleh musuh bersama, Ahmadinejad.
Hal itu yang juga membuat Rafsanjani kini dalam posisi berseberangan dengan Pemimpin Spiritual Ali Khamenei, karena Khamenei cenderung mendukung dan membela Ahmadinejad.
Mousavi dengan koalisi pelanginya kini merasa percaya diri. Itulah yang mendorong Mousavi memprotes keras hasil pemilu dan menyerukan para pendukungnya terus menggelar unjuk rasa.
Sirkulasi gejolak politik di Iran yang bergulir sejak awal masa revolusi itu, baru akan terhenti, baik secara permanen atau setidaknya dalam waktu cukup panjang, bila para elite Iran mau melakukan koreksi dan menyepakati format baru tata kelola negara yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman, setelah revolusi Iran berusia 30 tahun itu.

1 komentar:

  1. Merit Casino - Online Casino
    A member of Merit 1xbet Casino, we are proud to 바카라 present you with our first real money 메리트 카지노 고객센터 online casino games. All of our casino games are based on real money casino games.

    BalasHapus