1.
Riwayat
museum Sonobudoyo
Pada
tahun 1924 sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura,
Bali dan Lombok mengadakan kongres di Surakarta dan memutuskan untuk mendirikan
sebuah museum di Yogyakarta yang sekarang bernama Sonobudoyo. Dan pada tahun
1913 dibentuklah panitia perencanaan pendirian museum yang beranggotakan antara lain
Ir.Th.Karsten,P.H.W. Sitsen, Koperberg. Akhirnya pada tahun 1934 museum
Sonobudoyo selesai dibangun, museum Sonobudoyo dibangun diatas tanah tanah
bekas “schauten” tanah hadiah dari Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dan ditandai
dengan candrasengkala “buta ngrasa
esthining lata” yang berarti tahun 1865 jawa atau tahun 1934. Tetapi museum
Sonobudoyo baru diresmikan pada tanggal 6 November tahun 1935 dan diresmikan
oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang ditandai dengan candrasengkala “kayu winayang ing brahmanabudha” yang berarti 9 ruwah tahun 1866 jawa atau 6
November 1935. Museum Sonobudoyo pernah dikelola oleh berbagai orang, pada masa
pendudukan Jepang Museum Sonobudoyo dikelola oleh Bupati Panirdyopati Wiyoto
Prajo (kantor social bagian pengajaran). Pada zaman kemerdekaan dikelola oleh
Bupati Utorodyopati Budaya Pratiwa yaitu jajaran pemerintahan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Lalu pada takhir tahun 1974 museum Sonobudoyo ke pemerintah Pusat /
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan secara langsung bertanggung jawab
kepada Direktorat Jendral Kebudayaan dengan mulai berlakunya UU No. 22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai otonomi daerah. Pada Januari 2001
museum Sonobudoyo bergabung dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY.
2.
Museum Sonobudoyo
Museum Sonobudoyo berlokasi di pusat
kota berada dalam lokasi yang strategis, berada dalam lingkungan Pusat Budaya
Yogyakarta yang banyak mendapatkan perhatian dari berbagai pihak baik dari
dalam maupun luar negeri yaitu di sebelah utara Alun
– alun Utara Kraton Yogyakarta, memiliki koleksi budaya terlengkap setelah
museum pusat Jakarta. Bangunan Museum Sonobudoyo merupakan rumah joglo
dengan arsitektur masjid keraton kesepuhan Cirebon. Didesain oleh Ir Th
Karsten. Bangunan dengan arsitketur jawa ini dibangun
tahun 1935 sebuah gapura yang bentuk arsikteknya menyerupai gapura pada Masjid
Kudus menghubungkan pendopo dengan bangunan joglo induk, yang keseluruhannya
merupakan arsitektur bangunan yang indah. luas bangunan 7.867 m2. Bangunan ini
terdiri : ruang pameran, pendapa kecil, pendapa besar, gandok kiri dan kanan, gudang,
laboratorium, ruang konsevasi, perpustakaan, audotorium, dan perkantoran.
Museum Negeri Sonobudoyo merupakan Unit
Pelaksana Teknis Daerah pada Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, mempunyai fungsi
pengelolaan benda museum yang memiliki nilai budaya ilmiah, meliputi koleksi
pengembangan dan bimbingan edukatif cultural. Sedangkan tugasnya adalah
mengumpulkan, merawat, pengawetan, melaksanakan penelitian, pelayanan pustaka,
bimbingan edukatif cultural serta penyajian benda koleksi Museum Negeri
Sonobudoyo.
Museum Sonobudoyo sebagai museum
provinsi kedepannya di harapkan akan menjadi gambaran dari fungsi museum dalam
hal pelayanan dan optimalisasi Fungsi, dengan melihat potensi yang dimiliki,
sehingga akan mempunyai prospek dan peluang untuk lebih dikembangkan dan
ditingkatkan, dalam rangka menghadapi persaingan baik pada level Nasional
maupun Internasional.
3. Koleksi museum Sonobudoyo
Sampai
saat ini Museum Sonobudoyo memiliki 42.698 buah koleksi yang dibagi menjadi 10
kategori, yaitu: koleksi geologi, biologi, etnografi, arkeologika, historika,
numismatika, filologika, keramologi, seni rupa, dan teknologika. Benda-benda
koleksi Museum Sonobudoyo itu ada yang dipamerkan di luar dan di dalam gedung.
Koleksi yang dipamerkan di luar gedung museum umumnya terbuat dari batu yang
relatif tahan terhadap cuaca, yang terdiri dari berbagai macam patung dari
zaman kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa Tengah dan Jawa Timur, benda-benda
kelengkapan upacara, serta bagian dan hiasan candi. Sedangkan, benda-benda yang
dipamerkan di dalam museum adalah benda-benda yang peka terhadap pengaruh
cuaca, kotoran, cahaya dan bahkan serangga. Benda-benda itu umumnya dimasukkan
ke dalam vitirin, guna melindunginya dari proses kerusakan. Benda-benda yang
dipamerkan di dalam museum diantaranya adalah: (1) berbagai macam hasil karya
seni yang terbuat dari kayu dan bambu, seperti topeng Jawa dan Bali, wayang
golek, puluhan model perahu serta tandu (jempono) yang diantaranya adalah tandu
lawak dari zaman Sultan Hamengku Buwono I, tandu Kyai Kudus, Kyai Purbonegoro,
dan Kyai Wegono Putro; (2) berbagai macam jenis batik beserta peralatan
pembuatnya; dan (3) benda-benda yang terbuat dari perunggu, emas, perak dan
besi seperti, patung kuwera, genta dari Kalasan, lampu gantung berbentuk kenari
serta seperangkat gamela Jawa dan Cirebon serta senjata (mandau, rencong dan
keris). Museum Sonobudoyo menyimpan sekitar 1200-an koleksi keris yang sebagian
besar merupakan sumbangan dari Java Institut dan sebuah wesi buddha, yang
merupakan bahan baku pembuat keris yang digunakan sekitar tahun 700 Masehi. Di
museum Sonobudoyo juga terdapat puluhan ribu judul buku, khususnya terbitan
sebelum Perang Dunia II. Di samping itu dapat pula
dijumpai manuskrip (naskah tulisan tangan) berhuruf Jawa dan Arab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar