Pada
saat bangsa Filipina dilanda kemelut dan menunjukkan perasaan simpati kepada
Cory, rakyat mulai membicarakan dirinya sampai namanya menjadi buah bibir
setiap harinya. Cory serta-merta mencapai puncak kepopulerannya pada bulan
Desember dan bulan Januari 1986, menyamai kepopuleran Presiden Marcos.
Banyak
orang yakin kehadiran Cory dan usaha mengorbitkannya menjadi presiden merupakan
udara segar yang diharapkan membersihkan udara politik yang sudah kotor.
Suaranya yang pertama menentang Marcos merupakan suara baru dengan tema
perjuangan yang lama, yang pernah dilancarkan oleh suaminya; keadilan,
kedamaian, dan kebebasan. Rakyat mulai menoleh kepadanya secara serius sebagai
tokoh yang kuat dan diharapkan dapat meruntuhkan kekuasaan Marcos. Cory
menegaskan bahwa rakyat sudah sangat menderita dan bosan terhadap Marcos dan
semakin lama semakin menderita, karena itu mereka harus bangkit untuk pertama
kali menggulingkan pemerintahan yang sekarang.
Hampir
semua pengamat politik dan pengamat hukum di Manila merasa yakin dengan
kekuatan yang dimilik Marcos. Kematangan politik yang dimiliki Marcos khususnya
dalam mengendalikan pemerintahan dan pengalamannya dalam bidang hubungan luar
negeri, dianggap sebagai kekuatan yang menentukan. Faktor lainnya antara lain
basis politiknya yang dianggap kuat di daerah setelah selama 30 tahun terjun
dalam karir politik.
Satu-satunya
kelemahan Marcos yang paling menonjol dalam
menghadapi pemungutan suara adalah kesehatannya. Kelemahan yang lain yaitu
penyelewengan, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi oleh para pengamat
dianggap sebagai kelemahannya. Wibawa Presiden Marcos juga semakin merosot
dalam pandangan masyarakat Filipina dan masyarakat internasional.
Sebagai
janda Benigno Aquino, Cory mendapat simpati masyarakat karena kematian suaminya
dianggap sebagai korban kekejaman pemerintahan Marcos. Kekuatan lain yang
dimiliki Cory adalah dukungan Gereja Katolik. Dukungan yang diberikan adalah
dalam bentuk nyata (turut mengorganisir massa untuk pencalonan Cory).
Tanggal
8 Februari 1986, situasi politik yang mewarnai perhitungan suara hasil pemilu
mulai kacau. Di satu pihak pemimpin oposisi calon Presiden Cory Aquino hari
Sabtu pagi mengumumkan dirinya sebagai pemenang atas Presiden Marcos. Sementara
itu, Cumelec (Komisi Pemilihan) mengumumkan, pasangan Marcos-Talentino
unggul lawan pasangan Cory-Laurel. Angka yang diumumkan Namrei selalu berbeda.
Tim Amerika Serikat yang diketuai oleh Richard Lugar dan tim
Multinational yang diketuai Jhon Home menyimpulkan bahwa Marcos secara
sistematis telah memanipulasi perhitungan suara. Marcos melakukan kecurangan –
kecurangan politik.
Dari Batasan ke
People Power
Melalui
Batasan Pembansa perjuangan sudah jelas gagal. Batasan Pembansa dalam kenyataan
adalah alat rezim diktator Marcos. Lembaga ini tidak punya peranan lain kecuali
mengesahkan kehendak penguasa. Inilah salah satu ciri kediktatoran di bawah
Marcos menurut tuduhan oposisi. Menyadari bahwa melalui Batasan Pembansa
perjuanagan sudah tidak mungkin diwujudkan, pihak oposisi mengambil langkah
melalui People Power.
Terbunuhnya Javier
Aksi-aksi
protes menentang Marcos terus berkecamuk, intimidasi, pembunuhan, dan aksi-aksi
kekerasan lainnya berjalan terus. Tokoh muda, pemimpin oposisi, manajer
kampanye Urido untuk daerah Visayas Barat, Evelio Javier ditembak mati pada
tanggal 11 Februari. Jvier ditembak mati di depan gedung parlemen provinsi di
San Jose. Bagi calon Presiden Cory kematian Javier membangkitkan kembali
kesedihannya ketika suaminya terbunuh.
Cory
mengatakan bahwa Javier dibunuh ketika keluarganya masih berada d AS. Demonstrasi
maupun protes tidak henti-hentinya lagi di Manila. Setelah kematian Javier dan
setelah Marcos diumumkan sebagai pemenang pemilu oleh Batasan Pembansa.
Dewan Negara atau
Pemerintahan Koalisi
Cory
mendesak Presiden Marcos segera mengundurkan diri dan Cory menolak gagasan
untuk membentuk sebuah pemerintahan koalisi. Cory dan Salvador Laurel
menegaskan bahwa mereka menolak gagasan pembentukan pemerintahan koalisi
bersama Marcos seperti yang dianjurkan Washington. Menurut Cory, satu-satunya
jalan terbaik untuk memelihara kepentingan bangsa, Marcos harus mundur. Jika
tidak, krisis politik akan memuncak. Bagi pihak oposisi, tidak ada jalan lain
kecuali menggunakan People Power.
Pemenang
sebenarnya dari pemilu akan dibuktikan melalui popularitas mereka di kalangan
masyarakat. Untuk itu Cory bertekad menyelenggarakan suatu rapat raksasa
sebagai tempat yang pantas baginya menyatakan dirinya sebagai presiden. Pada
tanggal 16 Februari Cory dan Laurel menerima petisi dari sekitar 2,5 juta
penduduk Filipina yang terkumpul di taman Rizal, yang menuntuk Cory dan Laurel
diumumkan sebagai presiden dan wakil presiden Republik Filipina. Pukul empat
sore, Cory dan Laurel mengumumkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Republik Filipina, hanya sehari setelah Presiden Marcos dinyatakan sebagai
pemenang pemilu secara konstitusional.
REVOLUSI
RAKYAT
Dalam
situasi krisis di Filipina tanggal 22 Februari 1986, tentu saja ada orang yang
mengemukakan pandangan untuk mencari jalan keluar. Seorang polisi, yang tidak
disebut namanya, yang mengunjungi Jenderal Ramos dan Enrile di Camp Crame
mengusulkan agar dibentuk sebuah pemerintahan junta militer. Akan tetapi
Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile rupanya berpendirian lain. Dia mengatakan,
“Kekuatan tidak pada kita (maksudnya kaum militer), tetapi di tangan rakyat
yang berkumpul di luar sana (di luar Camp Crame). Berapa lama kita dapat
bertahan apabila kita tidak memberikan Cory kepada mereka?” ketika ditanya
mengenai popularitas yang dibuat-buat orang antara Cory dengan Menteri Enrile
dan Ramos, Cory menjawab, bahwa dia tidak bersaing dalam pertarungan
popularistas.
Revolusi
yang berlangsung di Filipina merupakan tindak lanjut dari apa yang diumumkan
oleh Cory pada tanggal 16 Februari 1986 di lapangan Luneta dan Rizal Park.
Sehari setelah Marcos diumumkan oleh Batasan sebagai pemenang dalam pemilu 7
Februari 1986, Cory dan Laurel melancarkan kampanye yang dinamakan people
disobedience (pembangkangan) yang bertujuan menggulingkan Presiden Marcos
dari kekuasaannya. Para pakar politik di Filipina tidak menulis lain kecuali
mengikuti istilah yang diberikan oleh Jenderal Ramos “revolusi rakyat”.
Revolusi Rakyat berakhir hari Selasa (25 Februari 1986) dengan proklamasi dan
pelantikan Presiden Cory Aquino, setelah menggulingkan Preseden Marcos dan
memaksanya mengasingkan diri ke luar negeri.
Apabila
usaha menggulingkan Marcos ini dapat digolongkan sebagai revolusi, maka bentuk
revolusi tersebut kiranya cocok dengan tipe pertama revolusi yang dilukiskan
Verkuyl, sebagai perlawanan yang pasif (resistestia passiva)”.
Perlawanan pasif ialah bentuk revolusi yang tidak menggunakan kekerasan
militer, tetapi perlawanan terhadap pemerintah yang dinyatakan sebagai boikot,
protes diam secara besar-besaran, melakukan pemogokan dan sebagainya. Di
berbagai negeri perlawanan pasif itu pernah dilancarkan, seperti di Asia telah
terkenal perlawanan pasif yang dilancarkan oleh Mahatma Gandhi dalam
perjuangannya melawan diskriminasi ras di Afrika Selatan, dan di India dalam
perjuangan melawan kolonialisme Inggirs. Gandhi menamakan prinsip yang
dianutnya achimsa, artinya tanpa kekerasan.
Prinsip
inilah yang dilancarkan Cory dalam aksi menumbangkan rezim Marcos. Ia yakin
bahwa Marcos telah menipunya dalam pemilu 7 Februari. Keyakinan seperti ini bahkan
bukan hanya ada pada dirinya, tetapi juga pada diri Menteri Pertahanan Enrile
dan Jenderal Ramos. Cukup menarik, bahwa Cory menjadi amat populer dan mendapat
sambutan hangat di mana-mana, padahal secara formal dia tidak memenangkan
pemilu. Rakyat yang menyangsikan kejujuran pemerintah, menyatakan petisi berisi
keyakinan kuat mereka bahwa Cory-lah yang memenangkan pemilu. “Demonstrasi
Kemenangan” (Victory rally) yang dilancarkan di Rizal Park merupakan
proklamasi rakyat yang menegaskan Cory adalah pemenang yang sah dalam pemilu
Februari tersebut. Demonstrasi yang dihadiri tidak kurang dari 2,5 juta
penduduk Manila itu mewakili keyakinan masyarakat bahwa C. Aquino adalah Presiden
Terpilih Filipina.
Dalam
kesempatan kampanye Civil Disobedience ini, Cory dalam pidatonya yang
berlangsung selama 20 menit mengatakan, bahwa dia tidak menganjurkan revolusi dengan
kekerasan, tetapi menganjurkan Civil Disobedience untuk menumbangkan
rezim Marcos. Tidaklah baik melancarkan revolusi dengan kekerasan. Ini berarti
perlawanan aktif terhadap kejahatan melalui cara-cara damai. Dia menganjurkan
Hari Protes Nasional dilancarkan pada hari pelantikan dan pengambilan sumpah
jabatan Presiden Marcos pada tanggal 25 Februari; semua orang behenti bekerja,
berhenti sekolah, dan berhenti kuliah untuk memperlihatkan kepada Marcos bahwa
bangsa Filipina tidak bersamanya.
Di
antara aksi protes yang dianjurkan itu termasuk aksi boikot terhadap bank-bank,
baik milik “kroni-kroni” Marcos maupun milik pemerintah; memboikot dan melumpuhkan
media massa milik para kroni Marcos, khususnya Maharlika Broadcasting System
(MBS saluran-4), surat kabar bulletin Today, Daily Ekspress, Time
Journal dan People’s Jounal; memboikot perusahaan-perusahaan San
Miguel Corporation dan Rustan’s Departement Store.
Civil
Disobedience, karenanya kata
juru bicara Presiden Cory Rene Sauisang, dalam tulisannya Civil Disobedience
an idea whose time has come, kurang lebih sama dengan kekuatan, karena
bentuknya adalah perlawanan tanpa kekerasan. Cory benar-benar tenggelam dalam
drama cinta dengan rakyat Filipina. Kemana saja ia pergi, pawai panjang akan selalu
mengikutinya dan memuji-mujinya; memandikannya dengan serbuk kertas kuning dan
merayunya dengan pekikan : Cory, Cory, Cory!
Rakyat
Filipina dan Cory juga mendapat dukungan moral dari Paus Joanes Paulus II.
Kecuali mengirimkan telegram kepada Cory, Sri Paus juga menyampaikan pidato
kepada 1.000 demonstran Filipina yang berkumpul di lapangan Santo Petrus 16
Februari 1986 di Vatikan. “Pikiran saya selalu bersama Filipina dan rakyatnya
tercinta yang hidup pada saat-saat yang sulit.” Kata Johanes Paulus II.
Semua
organisasi mendukung seruan Cory yang dikumandangkannya pada tanggal 16
Februari. Organisasi yang menamakan diri Bagong Alyanang Makabayan di bawah
pimpinan tokoh tua bekas senator Lorenzo Tanada, yang selama tiga bulan aktif
berkampanye untuk terpilihnya Cory, langsung menyambut seruan Cory dan mengajak
pemogokan di kantor-kantor pemerintah.
Landasan Pemerintahan
Cory
Dari
aksi-aksi massa yang dilancarkan oleh rakyat di berbagai daerah dan di Metero Manila,
tampak bahwa rakyat Filipina yakin Cory-lah pemenang pemilu tanggal 7 Februari
itu. Seperti dikemukakan oleh Rektor Universitas Savier dalam pidatonya yang
disampaikan dalam rangka kampanye Peaceful Civil Disobedience, 12
Februari 1986, bahwa dalam pertarungan yang tidak sebanding antara David dan
Goliath (Cory dan Marcos), rakyat Filipina dengan tegas menyatakan keinginan
tampilnya seorang pemimpin baru.
Walaupun
terjadi pembelian suara secara besar-besaran, pengerahan anggota militer untuk
melancarkan intimidasi dan teror, khususnya di daerah-daerah pedesaan,
penyalahgunaan uang pemerintah dan kekuasaan, pemaksaan guru-guru sekolah dan
pegawai pemerintah mendukung Marcos, tidak diberikannya kesempatan kepada Cory
menggunakan media massa resmi dan lain-lain menjadikan Cory dianggap telah
dipilih oleh rakyat sebagai presiden baru. Namfel yang mengamati jalannya
penghitungan suara 7 Februari memang yakin hasil perhitungan suara nasional
yang dilakukan oleh Batasan Pembansa (Parlemen) tidak mencerminkan suara yang
sebenarnya rakyat Filipina.
Keunggulan
yang diraih oleh Cory mungkin tidak diperkirakan karena mencakup daerah
pemilihan yang hasilnya mendukung Marcos yang disahkan oleh Inspektur
Pemilihan. Namfel menduga bahwa di beberapa daerah pemilihan banyak orang yang
tidak berhasil menggunakan hak pilihnya. Tetapi anehnya, hasil suara yang masuk
relatif tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Kemungkinan keunggulan
Cory diremehkan karena keunggulan itu mewakili daerah pemilihan yang diragukan
akan mendukung Marcos. Namun Namfrel berpendapat: “tidak jalan lain, kecuali
rakyat sendiri secara langsung memproklamasikan Cory tanpa melalui
lembaga-lembaga resmi yang dikuasai Marcos, sebagai pemenang pemilihan.”
Oleh
karena itu, tidak dapat dihindarkan ketegangan yang memuncak pada hari Selasa
25 Februari 1986. Dua presiden dilantik dalam upacara yang berlainan: Cory
dilantik tanpa dasar konstitusional, dan Marcos dilantik berdasarkan konstitusi
tahun 1973. Cory tidak dapat dilantik berdasarkan konstitusi, karena kebenaran,
Vox Populi Vox Dei (suara rakyat suara Tuhan).
Presiden
Cory Aquino pada tanggal 25 Maret menandatangani suatu “Konstitusi Kemerdekaan
Sementara”, yang menjamin hak-hak sipil tetapi membubarkan Majelis Nasional,
yang memberinya kekuasaan politik yang sangat besar atas Filipina. Cory tidak
menggunakan istilah revolusioner untuk menggambarkan pemerintahannya. Namun
Menteri Kehakiman menyebutnya “revolusioner” dalam asal dan sifat, demokratis
pada dasarnya terutama bersifat pendidikan.
Demokrasi
Diselamatkan
Tidak
dapat diragukan lagi bahwa demokrasi telah diselamatkan dari Presiden Marcos
yang telah memerintah selama 20 tahun sebagai seorang diktator sejak 21
September 1972. Demokrasi diselamatkan melalui penggunaan langsung People Power
yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Letnan Jenderal
Ramos setelah mereka diancam akan ditahan oleh Presiden Marcos. Ketika
desas-desus mengenai penahanan ini beredar, timbul pertanyaan di kalangan
masyarakat Manila, yang mana diantara dua tindakan yang duluan. Apakah perintah
penahanan terhadap Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Jenderal Ramos,
atau pernyataan mereka yang menolak Presiden Marcos?
Janji-janji
Cory dalam kampanye pemilihan umum, berangsur-angsur diwujudkannya. Dalam
upacara selamatan yang berlangsung di lapangan Luneta dan Rizal Park (Minggu 2
Maret 1986), Presiden Cory mengumumkan dipensiunkannya 23 orang Jenderal yang
seharusnya pensiun sejak lama sebelumnya, yang telah digunakan Presiden Marcos
untuk mendukung posisinya. Selain itu, Presiden Cory juga mengumumkan pulihnya
kembali Writ of Habeas Corpus, yang mengandung ketentuan dasar bagi kebebasan
dan kemerdekaan bagi semua orang. Hal lain yang sangat menonjol yang
diumumkannya dalam kesempatan tersebut ialah seruan rekonsiliasi dan seruannya
kepada semua pihak untuk berperan serta dalam proses pembuatan keputusan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bresnan, John. 1988. Krisis Filiphina: zaman Marcos
dan keruntuhannya.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Gilbert Kho. 1969. Sejarah
Asia Tenggara Sejak Tahun 1500. Kuala Lumpur: Fajar Bakti SDN. BHD.
Komisar, Lucy. 1987.Corazon Aquino:
The Study Of Revolution. United
States: George Braziller
Best Casinos in New Jersey 2021 - MapyRO
BalasHapusThe top 안산 출장마사지 five casinos 강원도 출장안마 in 광주 출장샵 New Jersey are Atlantic City (New York 출장안마 City) and Atlantic City (New Jersey) in 경상북도 출장샵 the United States. · Best