Suksesnya revolusi Iran tahun 1979, yang mengakhiri sistem monarki di
bawah kepemimpinan Shah Iran, bukan berarti lalu tercipta sebuah Madinat
Al Fadilah atau negeri ideal nan aman sentosa versi filosof Al Farabi
di Iran.
Iran pascarevolusi tak ubahnya negeri-negeri lain yang penuh dinamika
dan bahkan intrik-intrik yang sering memakan anak revolusi itu sendiri.
Jika menilik gejolak politik di Iran pascapemilu presiden hari Jumat
(12/6) pekan lalu, sesungguhnya sudah merupakan sirkulasi gejolak yang
terus berputar sejak awal masa revolusi.
Gejolak politik di Iran yang cukup kuat pada pascarevolusi itu adalah
sebuah keniscayaan akibat negara yang dibangun di atas fondasi revolusi
itu diusung oleh koalisi pelangi dengan ideologi yang bertentangan dan
tentunya sangat rawan konflik.
Revolusi Iran dipapah ramai-ramai oleh koalisi spontanitas yang terdiri
dari kaum intelektual berbasis Islam nasionalis, kaum sekuler
nasionalis, kaum Mullah (ulama), kaum Bazari (pedagang) dan bahkan
kelompok kiri (Marxis). Mereka dipersatukan oleh musuh bersama, Shah
Iran Reza Pahlevi.
Ketika Ayatollah Imam Khomeini hidup di pengasingan di Paris, ia
dikelilingi penasihat politiknya yang sebagian besar dari kaum
intelektual Islam nasionalis, seperti Abul Hassan Bani Sadr (presiden
pertama Iran 1980), Mehdi Bazargan (perdana menteri pertama Iran),
Ebrahim Yazdi (menlu pertama Iran), Mustafa Chamran (menhan pertama
Iran), dan Sadiq Qutbzadeh (direktur radio dan televisi pertama Iran).
Rumor pun saat itu muncul bahwa arsitek dan aktor intelektual revolusi
Iran adalah kaum intelektual Islam nasionalis, sedangkan kaum Mullah dan
Bazari adalah penggerak dan penyandang dana massa di lapangan.
Tidak heran jika Ayatollah Imam Khomeini memberikan kepercayaan kepada
kaum intelektual itu untuk menduduki semua jabatan penting pemerintahan
pascaberhasilnya revolusi.
Mulai retak
Elemen-elemen pendukung revolusi mulai retak ketika sekelompok mahasiswa
radikal yang didukung kaum Mullah menduduki gedung Kedutaan AS di
Teheran dan menyandera para diplomatnya pada November 1979.
Mehdi Bazargan, yang menjabat kepala pemerintahan transisi
pascarevolusi, mengkritik aksi penyanderaan diplomat AS itu. Konflik pun
tidak bisa dihindari antara Bazargan dan kaum Mullah. Bazargan akhirnya
mengundurkan diri dari jabatan sebagai kepala pemerintahan.
Itulah konflik pertama antara elemen pendukung revolusi.
Pascamundurnya Bazargan, pemerintahan diambil alih Dewan Revolusi yang didominasi kaum Mullah.
Pada Januari 1980, Iran menggelar pemilu presiden pertama dan Abul
Hassan Bani Sadr menang dalam pemilu itu. Bani Sadr berasal dari kaum
intelektual Islam nasionalis. Pada Maret 1980, Iran mengadakan pemilu
legislatif pertama dan Partai Republik Islam (IRP) menang secara mutlak.
Bani Sadr saat itu meminta wewenang menunjuk perdana menteri (PM) dan
kabinet. Namun, IRP yang didominasi kaum Mullah berusaha sedemikian rupa
mereduksi kekuasaan Bani Sadr sebagai presiden.
Bani Sadr tak berdaya ketika IRP memaksanya menerima Muhammad Ali Raja’i
sebagai PM. Namun, Bani Sadr menolak kompromi dengan IRP soal
penunjukan anggota kabinet. Konflik Bani Sadr dan IRP pun tidak bisa
dicegah. Bani Sadr akhirnya tak berdaya pula melawan IRP.
Pada 22 Juni 1981, Ayatollah Imam Khomeini atas rekomendasi IRP memecat
Bani Sadr sebagai presiden dengan tuduhan berkhianat. Bani Sadr kemudian
lari ke Paris.
Itulah konflik kedua antara elemen pendukung revolusi.
Sejak itu, pentas politik Iran dikuasai penuh kaum Mullah. Namun di luar
dugaan pada awal tahun 1986, justru kubu kaum Mullah mulai retak, yakni
antara Ayatollah Imam Khomeini sendiri dan deputi utamanya, Ayatollah
Montazeri.
Pasalnya, Ayatollah Montazeri saat itu terlalu berani mengemukakan
ide-ide kritisnya seperti ide amandemen konstitusi yang lebih membatasi
kekuasaan absolut pemimpin spiritual atau pemimpin revolusi.
Ayatollah Imam Khomeini lalu memecat Ayatollah Montazeri sebagai
deputinya, padahal Ayatollah Montazeri saat itu merupakan kandidat kuat
Imam Khomeini.
Itulah konflik ketiga antara elemen pendukung revolusi.
Pada awal tahun 1990-an, mulai mengemuka cukup kuat gerakan reformis
yang menyuarakan supremasi hukum dan kehidupan yang lebih demokratis di
Iran. Gerakan reformis didukung kelompok Islam kiri, sisa-sisa kaum
Islam nasionalis, dan mahasiswa.
Wacana politik
Wacana politik kaum reformis itu tak jauh berbeda dari wacana politik
kaum Islam nasionalis pada awal tahun 1980-an. Kelompok Islam kiri
sebenarnya berkolaborasi dengan kaum Mullah melawan kaum Islam
nasionalis pada awal tahun 1980-an.
Namun belakangan pada tahun 1990-an, kelompok Islam kiri menggalang
gerakan reformis melawan hegemoni kaum Mullah. Hal itu merupakan
perpecahan keempat antara elemen pendukung revolusi.
Tak pelak lagi, diskursus politik di Iran pada tahun 1990-an diwarnai
pertarungan antara kaum reformis dan kubu konservatif pro status quo.
Pertarungan itu mencapai puncaknya dalam persaingan pemilu presiden
tahun 1997, yang dimenangi capres dari kubu reformis, Muhammad Khatami.
Khatami dan capres Mir Hossein Mousavi dikenal sebagai pentolan Islam
kiri yang menjadi motor gerakan reformis.
Akan tetapi, Khatami selama dua periode menjabat presiden, 1997-2001 dan
2001-2005, tampak tak berdaya dan gagal menjalankan program
reformasinya karena mendapat hambatan dan tantangan dari kubu
konservatif yang berintikan dari Pemimpin Spiritual Ali Khamenei,
lembaga yudikatif, dan pengawal revolusi. Hal itu membuat para pendukung
Khatami, khususnya para mahasiswa, kecewa berat.
Karena itu, pada pertengahan Juni 2003, mahasiswa kembali menggelar
unjuk rasa di Teheran dan kota besar lainnya, memprotes sistem Wilayat
al Fakih.
Pada pemilu presiden 2005, capres Mahmoud Ahmadinejad yang kurang
dikenal saat itu secara mengejutkan mengalahkan capres gaek dan sangat
populer, mantan presiden Hashemi Rafsanjani. Kemenangan Ahmadinejad saat
itu diduga kuat tidak terlepas dari andil dukungan pendukung Khatami,
termasuk mahasiswa.
Penampilan Ahmadinejad, yang sederhana dengan jargon politiknya yang
antielite dan antikorupsi, memesona masyarakat luas di Iran, termasuk
kubu reformis.
Namun, dalam perjalanan jabatannya, Ahmadinejad ternyata terlalu
terkooptasi Pemimpin Spiritual Ali Khamenei dan kubu konservatif
sehingga arah Iran semakin kanan dan bahkan radikal. Hal itu membawa
kekecewaan para pendukung Ahmadinejad yang berasal dari elemen kubu
reformis.
Itulah yang mendorong kubu reformis mengusung mantan PM Mir Hossein
Mousavi menjadi capres melawan Ahmadinejad dalam pilpres hari Jumat
(12/6) pekan lalu. Pertarungan dalam pilpres kali ini sesungguhnya
merupakan perpanjangan dari pertarungan kubu reformis-konservatif pada
tahun 1990-an.
Uniknya, dalam barisan pendukung Mousavi, kini terdapat mantan Presiden
Rafsanjani dan ketua parlemen Ali Rijaie yang selama ini keduanya
dikenal sebagai pentolan kubu kaum Mullah.
Diduga kuat Rafsanjani bergabung dengan kubu Mousavi karena sakit hati
dengan Ahmadinejad yang mengalahkannya pada pilpres 2005. Selain itu,
Ahmadinejad terakhir ini getol menuduh Rafsanjani dan keluarganya
sebagai korup.
Sedangkan Ali Rijaie yang juga berambisi menjadi presiden merasa kalah
bersaing dengan Ahmadinejad dalam perekrutan capres dari kubu
konservatif.
Jadi, dalam kubu Mousavi terbentuk koalisi pelangi dengan motif yang
berbeda-beda dan mereka dipersatukan oleh musuh bersama, Ahmadinejad.
Hal itu yang juga membuat Rafsanjani kini dalam posisi berseberangan
dengan Pemimpin Spiritual Ali Khamenei, karena Khamenei cenderung
mendukung dan membela Ahmadinejad.
Mousavi dengan koalisi pelanginya kini merasa percaya diri. Itulah yang
mendorong Mousavi memprotes keras hasil pemilu dan menyerukan para
pendukungnya terus menggelar unjuk rasa.
Sirkulasi gejolak politik di Iran yang bergulir sejak awal masa revolusi
itu, baru akan terhenti, baik secara permanen atau setidaknya dalam
waktu cukup panjang, bila para elite Iran mau melakukan koreksi dan
menyepakati format baru tata kelola negara yang lebih sesuai dengan
tuntutan zaman, setelah revolusi Iran berusia 30 tahun itu.
Merit Casino - Online Casino
BalasHapusA member of Merit 1xbet Casino, we are proud to 바카라 present you with our first real money 메리트 카지노 고객센터 online casino games. All of our casino games are based on real money casino games.